Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjadi Utusan Yang Diberkati Tuhan Dari Masa Ke Masa

Seorang yang mendapat tugas sebagai utusan pasti memiliki kelebihan-kelebihan khusus. Sebab dari kata utusan, atau delegasi terkandung makna bahwa tugas yang harus dijalankan adalah berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh umum. 

Oleh sebab itu, agar terpilih sebagai utusan pasti butuh proses panjang. Selain pengalaman, kecakapan, hikmat dan pengertian. Orang tersebut juga harus mendapat kuasa penuh dari orang yang mengutus. Sehingga bisa melaksanakan tugas dengan baik, dan percaya diri.

Agar Bisa Menjadi Utusan Yang Diberkati Tuhan Dari Masa Ke Masa

Latar belakang Firman 

Nabi Yesaya sekitar tahun 745 Sebelum Masehi, menyatakan diri kepada Tuhan; "Ini Aku, Utuslah Aku". Adalah satu komitmen yang pantas dijadikan contoh bagi seluruh umat Kristen saat ini. Agar mau menjadi saksi Kristus.

Setidaknya dari pernyataan ini, ada 2 hal penting yang kita ambil, yaitu:

  1. Yesaya mengenal betul apa kekurangan yang ada dalam dirinya, dan percaya bahwa kekurangan-kekurangan tersebut akan disempurkan oleh Tuhan. Sehingga ia layak menjadi seorang utusan.
  2. Ia (Yesaya) mengenal betul orang-orang, serta wilayah pelayanan yang akan ia kerjakan. Sehingga, dengan kuasa yang berasal dari pada Tuhan, ia yakin mampu melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan.

Refleksi pengutusan era digital dan kendala yang dihadapi utusan

Saat ini, apakah ada orang yang mau menyatakan statemen sama dengan nabi Yesaya, kecuali dari hamba-hamba Tuhan?. Saya ragu menjawab ada, atau banyak. Terlebih pada era digital saat ini. 

Perhatian muda-mudi gereja terhadap tugas pelayanan di gereja saja, akhir-akhir ini sudah jauh menurun. Apalagi menjadi seorang utusan. Dan, mengakukan sendiri dalam bentuk komitmen. Akan bersedia, dan siap melakukan tugas pelayanan tidak hanya di lingkungan gereja, tapi ke seluruh dunia. Mengenai hal ini, saya semakin ragu.

Memang di akui, menjadi seorang utusan tidak mudah. Sebab, berhasil tidaknya misi yang yang kita jalankan, adalah tergantung bagaimana kita menjalankan misi tersebut. Apakah sesuai dengan protokol/ketentuan, atau dengan cara sendiri. 

Dalam hal ini saya pakai kata cara sendiri, karena tidak jarang fakta di lapangan berbeda dengan apa yang kita persiapkan. Ketika sudah terjun kelapangan, kita sering dipaksa mengambil sebuah keputusan. Sehingga tidak ada waktu untuk komunikasi dengan Sang Pengutus.

Kendala berikutnya. Karena tugas seorang utusan Tuhan adalah tidak sebatas lingkungan gereja. Tapi dunia. Membuat orang Kristen khawatir, dan menganggap tidak mampu untuk menerima tugas tersebut.

Berkaca dari nabi Yesaya ketika menyatakan komitmen, bahwa ia siap di utus. Saat itu, ia bersama-sama dengan bangsa Israel adalah berada di pembuangan Babel. Namun, walau dengan keadaan menderita, ia bangkit dengan keyakinan penuh. Meminta kesediaan Tuhan memberi kuasa kepada dia.

Sehingga dengan kuasa tersebut, ia dapat memberi semangat baru kepada bangsa Israel yang berada di pembuangan, maupun yang tetap tinggal di Yerusalem. Apakah kita mampu melakukan hal sama?.

Kerinduan gereja dan hamba-hamba utusan Tuhan

Suara Nabiah, Imani, dan Rajani mau tidak mau harus tetap dikumandangkan oleh gereja dan para hamba Tuhan. Bukan mengikuti apa yang dikehendaki oleh dunia, melainkan kehendak Tuhan. Permasalahannya, terletak pada metode pelayanan. Saat ini sudah berbeda.

Pada saat Covid-19 awal tahun 2020, gereja seakan-akan kehilangan arah dan cara, agar bisa mempertahankan kehadiran umat  mengikuti kegiatan gereja. Sementara pemerintah membatasi ruang dan gerak masyarakat. Supaya virus tidak makin menyebar. 

Demikian halnya sebagian besar hamba Tuhan, akibat dari pembatasan tersebut. Seketika dipaksa belajar internet. Supaya bisa membuat metode ibadah online. Akhirnya pada masa itu, harus diakui tugas sebagai utusan tidak berjalan maksimal. Dan, dampaknya terasa hingga sekarang.

Kondisi saat ini pun relatif sama dengan apa yang di alami oleh nabi Yesaya. Kalau zaman itu, perbudakan datang dari manusia (raja Bebel). Namun, saat ini adalah dari kemajuan teknologi digital. Saat itu, mereka (bangsa Israel) terpecah menjadi 2 tempat. Sementara umat Tuhan saat ini, tetap berada di tempat tapi semangat untuk bersekutu, melayani, dan bersaksi sudah menurun.

Parahnya lagi akibat kemajuan teknologi digital ini, tak sedikit utusan Tuhan yang dahulu komitmen menjalankan tugas panggilan dengan sungguh-sungguh. Sekarang menyuarakan Firman Tuhan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat global. Dan, memakai kuasa yang diterima dari Tuhan untuk popularitas, konten, dan sumber income.

Penutup/Kesimpulan

Teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan karunia Tuhan. Yang diberikan kepada orang-orang tentu, untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin demi terciptanya kehidupan yang lebih baik, dan beradab. 

Oleh sebab itu, sebenarnya teknologi digital tidak perlu di asumsikan sebagai penghalang bagi umat Kristen untuk menjalankan tugas pengutusan. Justru, sangat potensial digunakan sebagai alat komunikasi yang baru kepada sesama umat Tuhan, dan kepada seluruh masyarakat di belahan dunia.

Yang menjadi perenungan bersama. Seperti pertanyaan sebelumnya. Sejauh mana kesediaan kita menjadi utusan Tuhan, dan bagaimana kesiapan kita menggunakan teknologi yang ada untuk kemuliaan Tuhan.

Menghadapi kondisi jemaat saat ini hemat kami, baik majelis gereja maupun hamba-hamba Tuhan harus bekerja keras dan lebih intens/aktif lagi. Mengingat, generasi yang akan kita layani sudah jauh lebih canggih, cerdas, dan kritis dibanding kita.

Oleh sebab itu, saya sependapat. Selain meningkatkan pemahaman tentang teknologi digital, kita juga harus melibatkan generasi muda dalam setiap pelayanan. Syukur, jikalau diantara mereka ada yang bersedia menjadi utusan Tuhan.

Dengan demikian satu sisi, kita telah melakukan regenerasi sejak dini. Sementara sisi yang lain, tugas sebagai utusan tetap berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan. 

Posting Komentar untuk " Menjadi Utusan Yang Diberkati Tuhan Dari Masa Ke Masa"