Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membangun Jatidiri Sempurna Melalui Karakter Kristus [Yohanes 15 Ayat 4-5]

Karakter Kristus hanya dapat kita lihat dengan mata rohani. Artinya, jikalau tidak percaya bahwa Yesus adalah juru selamat manusia, mustahil kita bisa meneladani-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Nah, bila pada proses ini kita belum sanggup, dipastikan kita tidak dapat membangun jati diri melalui apa yang di ajarkan oleh Yesus Kristus. 

Cara Bijak Membangun Jatidiri Jadi Sempurna Meneladani Karakter Kristus

Kalimat terakhir dalam ayat 5, Yesus mengatakan dengan tegas: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya”. Sementara pada kalimat-kalimat sebelumnya, juga terdapat 2 poin yang tak kalah penting, yaitu kata: tinggal dan berbuah.

Arti tinggal disini adalah turut serta sebagai pelaku atas apa apa yang dilakukan oleh Yesus Kristus pada masa lalu, sebagaimana tertulis dalam Firman. Untuk diteruskan kembali, agar umat manusia saat ini juga tahu bahwa kita adalah pengikut Kristus (orang Kristen) yang baik, setia, dan taat.

Sementara, berbuah artinya mempergunakan segala daya dan upaya, waktu dan materi, serta pikiran dan tenaga. Untuk mengerjakan apa yang dikehendaki oleh Yesus. Supaya nama Tuhan semakin mulia. Pun, kita akan beroleh berkat yang berlimpah selama di dunia, maupun kelak berada di kerajaan sorga

Selain itu, orang yang berada disekitar kita akan merasa bahagia dan nyaman, dengan apa yang kita lakukan kepadanya. Secara langsung, maupun tidak. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan pengikut Kristus semakin banyak, dan nama Tuhan semakin agung.

Jatidiri menurut perspektif imam Kristen

Jatidiri adalah totalitas penampilan dan kepribadian seseorang, yang dicerminkan secara utuh melalui pemikiran, sikap, watak, dan perilaku yang didasari oleh sifat Illahi yang dimiliki orang tersebut semenjak lahir. Seorang yang memiliki jatidiri kuat, bisa menampilkan siapa dirinya yang sesungguhnya tanpa menggunakan kedok/topeng (sandiwara), serta mampu menghadapi fakta yang tengah dihadapi (pergumulan) dengan tegar.

Sengaja kami beri garis bawah pada kata sifat Illahi. Karena bagus tidaknya jatidiri seorang anak adalah ditentukan oleh kepercayaan kedua orang tuanya. Sebagai orang Kristen yang taat, atau sedang-sedang. Atau, jangan-jangan tidak percaya kepada Tuhan Yesus. 

Jikalau demikian, jangan harap bisa berbuah. Sebagaimana yang diharapkan. Tinggal dengan Yesus pun pasti tidak betah. Maka dari itu, tidak heran kalau realita kehidupan muda-mudi khususnya, seperti diagram berikut.

Realita kehidupan muda-mudi Kristen yang belum memiliki jatidiri

1. Bosan dan berontak

Di akui atau tidak, identitas pada era digital saat ini dianggap suatu yang sangat penting. Supaya bisa viral dengan cepat. Maka dengan segala cara dilakukan, agar identitas tersebut terlihat bagus. Misalnya dengan menggunakan nama palsu. 

Hal ini secara tidak langsung telah mengingkari Babtisan kudus yang telah kita terima. Sekaligus gambaran bahwa kita telah bosan dengan aturan-aturan yang harus di lalui. Yang diberlakukan oleh orang tua dalam rumah, maupun oleh gereja. 

Oleh sebab itu, banyak anak-anak muda yang tidak betah di rumah dan di gereja. Bahkan, tak jarang berontak secara terang-terangan kepada orang tua. Misalnya dengan cara melarikan diri. Atau, hengkang dari keanggotaan muda-mudi gereja. Lalu, beralih pada agama yang lain. 

2. Ekspektasi yang berlebihan

Pola pikir sebagian besar umat Kristen, yang tidak mencerminkan jatidiri Kristus adalah mengharapkan semua hal berjalan sempurna, jauh dari kesulitan, serta memperoleh hasil yang memuaskan. Sementara, selama Yesus di dunia pun tidak pernah mengalami hal demikian.

Sebelum Yesus menjadi pemenang (terangkat ke sorga), Ia harus mengalami berbagai macam gejolak hidup. Hal itu terlihat sejak Ia masih dalam kandungan, yang mana orang tuanya yaitu Maria dan Yusuf harus menempuh perjalanan yang jauh. 1 hari sebelum malam kelahiranNya. 

Demikian pula, proses kelahiran yang sangat memprihatinkan. Karena hanya beralaskan jerami, dan berada di kandang domba. Serta masih banyak lagi rintangan yang harus dilalui, dan puncaknya adalah menjelang hari kematianNya di kayu salib.

Hal itu semua adalah pesan secara tidak langsung kepada semua umat Kristen. Agar tidak menaruh ekspektasi yang berlebihan, melebihi iman kepercayaan kepada Tuhan Yesus. Sebab apapun yang kita lakukan tidak akan berhasil, jika Tuhan tidak merestui.  

3. Mengejar penghargaan duniawi

Semangat muda sering menjadi alasan bagi seseorang untuk melakukan apa yang ia kehendaki. Ditambah lagi dengan kecanggihan teknologi digital saat ini. Membuat para generasi muda semakin bebas bergaul dengan orang-orang di belahan dunia, serta mudah mengakses segala hal.

Akibatnya, muncul keinginan untuk mengetahui, dan menciptakan hal-hal baru. Supaya tidak disebut ketinggalan zaman. Apakah hal itu salah?. Tentu tidak. Dengan syarat tidak melanggar aturan. Toh, teknologi yang berkembang saat ini sangat bagus untuk meningkatkan karir/prestasi seseorang.

Namun demikian berselang berjalannya waktu, tak jarang ambisi duniawi seseorang membuat dirinya sendiri, dan orang di sekitarnya celaka. Misalnya semakin jauh dari keluarga, dan Tuhan. Dengan alasan sibuk kerja. Padahal menganggap keluarga dan gereja adalah buang-buang waktu, dan materi.

4. Pola pikir yang sempit

Pola pikir yang sempit terlihat ketika seseorang sibuk dengan dirinya sendiri. Sehingga tidak ada lagi waktu untuk berinteraksi dengan orang lain, layaknya umat Kristen sebelum era teknologi digital. Waktu itu, persekutuan selalu dilakukan dengan cara tatap muka. Sehingga hubungan yang terjalin bukan hanya sebatas emosional/kekeluargaan, tetapi termasuk secara rohani.

Beda dengan persekutuan saat ini. Sebagian besar sudah tidak berjalan hikmat. Sebab jemaat selalu memegang smartphone. Bahkan, ada pula yang terang-terangan bermain game, sambil mendengarkan Firman Tuhan. 

Jadi, pola pikir yang sempit maksudnya disini adalah memusatkan pikiran hanya pada satu objek. Sementara masih banyak hal-hal penting lainnya, yang harus dilakukan. Demi kemuliaan Tuhan dan masa depan kita sendiri.

4 hal diatas sesungguhnya bukan sikap seorang pengikut Kristus. Oleh sebab itu, jikalau Anda ingin membangun jatidiri secara sempurna dari teladan yang diberikan oleh Tuhan Yesus, lakukanlah sebaliknya. Antara lain: 1]. Tetap setia kepada Tuhan dan orang tua, 2]. Meningkatkan iman percaya kepada Yesus Kristus, 3]. Mengejar harta sorgawi, dan 4]. Berpikir secara luas.

Berbuah dalam iman dan memilih keputusan

Artinya kehidupan yang berubah, dan yang berpusat (berorientasi) kepada Kristus. Kehidupan yang mengupayakan menyenangkan hati Tuhan. Bukan untuk kesenangan diri sendiri, atau orang lain. Oleh sebab itu, Allah menginginkan dalam kehidupan orang Kristen bukan hanya mengaku percaya, tetapi melakukan tindakan nyata (aktif).

Karena Allah telah menciptakan manusia sebagai ciptaan khusus, dan telah memberi karunia secara khusus pula. Maka, Ia mengutus kita untuk melakukan sesuatu hal yang spesifik dan konkrit. Kita diharapkan belajar semua hal, namun yang realistis untuk dilaksanakan. Dalam hal ini hanya ada 2 pilihan, yaitu:

  1. Tinggal bersama-sama dengan Kristus (sebagai ranting). Berarti akan melakukan hal-hal yang dikehendaki oleh Yesus, atau
  2. Berada diluar, dengan konsekuensi tidak perlu berbuat apa-apa. Dan, bakal tidak punya apa-apa. Alias, tidak memiliki tujuan/kedamaian hidup.

Saat kita belum memutuskan, atau mengukuhkan diri untuk tinggal/berada dalam lingkaran bersama Kristus. Maka, mustahil kita bisa menemukan jatidiri kita sendiri. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Kehidupan kita akan terpuruk. Lalu, Yesus akan mengatakan “kamu tidak dapat berbuat apa-apa… “

Mengutip pengalaman orang bijak yang mengatakan bahwa 50% keberhasilan melakukan sesuatu adalah ditentukan pada keberanian saat mengambil keputusan awal. Semakin ragu kita menentukan keputusan, maka hasilnya juga kelak akan mengecewakan. 

Lalu, jika dibandingkan dengan konteks diatas, dimana sudah ada janji/jaminan dari Allah. Terlebih dahulu mengatakan bahwa tidak akan mengecewakan. Berarti tingkat keberhasilan orang Kristen, jika mengambil keputusan dengan benar adalah mencapai 100%. Hanya, menjadi pertanyaan adalah mengapa masih ada yang ragu untuk tinggal bersama Dia?.

Refleksi/penutup

Sejak kecil kita sudah di sematkan “Identitas” sebagai anak Allah melalui Babtisan. Lalu ditingkatkan ke jenjang yang lebih dewasa. Dalam hal iman, yaitu melalui Sidi. Berarti telah banyak pengajaran (teori) tentang Yesus yang sudah kita dapatkan. Di rumah, maupun di gereja. di Sekolah minggu, maupun di bangku sekolah, serta persekutuan-persekutuan lainnya.

Dengan demikian, sesungguhnya kita telah memiliki bekal yang kuat untuk belajar membangun jatidiri yang sama dengan Kristus. Hanya saja dalam proses perjalanan hidup kita, sering tidak fokus pada hal-hal yang kita pelajari tadi, Karena tergoda, dan terpengaruh oleh hal-hal duniawi yang selalu menguntit kita. 

Oleh sebab itu, agar pengaruh-pengaruh luar tidak berkuasa dalam diri kita. Mari mendekatkan diri, dan tinggal bersama dengan Yesus Kristus. Sejak kecil dilakukan pasti lebih baik hasilnya. Dengan demikian, kelak kita beroleh bagian di kerajaan sorga denganNya. Amin

Posting Komentar untuk "Membangun Jatidiri Sempurna Melalui Karakter Kristus [Yohanes 15 Ayat 4-5]"