Persekutuan Yang Benar Untuk Memuliakan Bukan Menentang Tuhan [Markus 7:1-8]
Ada 3 kelompok yang biasa menentang Yesus dan murid-muridNya. Yaitu orang Farisi, Ahli Taurat, dan orang Saduki. Mereka selalu berafiliasi (bersekutu) untuk menjatuhkan Yesus dihadapan umum. Dengan tujuan agar pengikutNya tidak semakin banyak. Padahal, persekutuan yang benar seharusnya untuk kemuliaan, bukan untuk hal-hak yang buruk. Misalnya menabur kebencian. Seperti yang dilakukan oleh 3 kelompok tersebut.
Persekutuan sejati bukan juga lahiriah dan formalitas belaka
Farisi dan ahli Taurat, kala itu sengaja datang dari Yerusalem untuk menjumpai Yesus. Seperti biasa, bukan untuk maksud baik. Tapi, hendak menyatakan penolakan Yesus sebagai Mesias (Anak Allah). Hal ini sebagai aksi bas dendam. Karena sebelumnya, Yesus meminta mereka untuk menunjukkan iman, melalui perbuatan nyata. Tapi, selalu tidak bisa.
Pertemuan sebelumnya. Orang Farisi dan ahli Taurat juga telah mengkritik Yesus. Sebab Yesus menunjukkan kepada orang banyak, bahwa Ia mampu mengampuni dosa. murid-muridNya tidak berpuasa, Ia memberikan pengertian baru tentang hari Sabat. Bahkan, menyembuhkan orang lumpuh pada hari Sabat (2:1-3:6).
Hal itu semua bertentangan dengan apa yang telah diajarkan oleh Farisi dan ahli Taurat. Sehingga menemui Yesus, untuk menyatakan penolakan.
Mereka mencari celah untuk ‘menyerang’ Yesus. Ketika mereka melihat murid Yesus makan dengan tidak mencuci tangan lebih dahulu. Maka, mereka mengangkat kasus itu sebagai senjata untuk menjatuhkan Yesus. Mereka ‘mendakwa’ Yesus bahwa murid-muridNya telah melanggar adat istiadat nenek moyang mereka.
Sebagai mana kita tahu. Adat pembasuhan sangat penting bagi orang Yahudi. Hal ini diperkuat oleh penemuan arkeologi, dimana ada banyak tempat pembasuhan. Sebagai sarana menjalankan adat ritual. Salah satunya yaitu di Qumran.
Hanya orang benar yang dapat melakukan persekutuan yang benar
Yesus mengkritik balik kelompok tersebut dengan menyebut mereka sebagai orang munafik. Yesus mengutip Firman yang tertulis dalam Yesaya 29:13. Orang Farisi dan sekutunya memuliakan Allah hanya dengan bibirnya saja. Tapi, hatinya jauh dari Allah.
Ajaran yang mereka sampaikan pun adalah ajaran manusia saja. Sehingga, sia-sia melakukan ibadah kepada Allah. Sebab, telah mengabaikan perintah Allah dengan berpegang pada adat istiadat manusia.
Jangan menghakimi dari kulitnya atau penampakan luarnya saja. Inilah yang telah dilakukan orang Farisi dkk terhadap Tuhan Yesus dan muridNya. Mereka menolak Tuhan hanya dengan melihat yang terlihat oleh mata jasmani saja. Mereka tidak mampu melihat lebih dari yang terlihat oleh mata.
Mereka tidak mampu melihat sampai ke dalam hati. Mereka terlalu berfokus pada yang lahiriah, dan formalitas saja. Lalu, menganggap persekutuan yang benar itu mudah. Lagi, mereka terlalu memutlakkan adat dan aturan dunia.
Adakah gereja kita juga berlaku demikian?. Adakah aturan yang adat dan gereja kita sedemikian keras/ketat. Sehingga mengabaikan perintah Tuhan?. Perhatikan aturan diakonia gereja Anda. Apakah tindakan, perlakuan harus sama terhadap semua anggota gereja?.
Adat istiadat tidak boleh menggantikan firman Allah
Yesus menegor dengan keras orang Farisi, dan kawan-kawan. Karena, telah menggantikan perintah Allah dengan adat istiadat nenek moyang mereka. Melalui jawabNya, Yesus terlihat sangat prihatin. Apabila tafsiran manusia dibiarkan menggantikan firman Tuhan. Yang adalah sumber otoritas dan kuasa. Seharusnya:
- Adat ada bukan menggantikan perintah Allah, tapi untuk menegaskan keberadaanNya.
- Adat ada untuk mendukung firman Tuhan, bukan sebaliknya.
- Adat tidak boleh menggantikan posisi firman Tuhan.
Yesus memberi contoh bagaimana orang Farisi, dan sekutunya telah mengesampingkan firman Tuhan demi adat istiadat. Perintah Allah yang kelima, “Hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Markus 7:7 dan Keluaran 20:12). Selain firman tersebut, ada pula ayat mengatakan bahwa nazar atau sumpah kepada Allah harus ditepati (Bilangan 30:2).
Praktik bulus orang Farisi dan sekutunya
Sementara , kelompok tersebut telah memanfaatkan Firman Tuhan dengan cara yang salah. Selain, sebagai sebuah tradisi. Juga mengatakan bahwa seseorang dapat bersumpah menyatakan sebagian harta bendanya dia persembahkan kepada Allah.
Tapi, bahwa harta yang telah dipersembahkan tersebut tidak harus segera diserahkan ke Bait Allah. Harta tersebut tetap di tangan mereka, sekalipun telah di nazarkan untuk Allah. Dan akan diberikan, bila dia sudah mati. Aneh bukan?. Bagaimana bisa orang yang sudah mati menepati nazar.
Sementara mereka masih hidup, harta tersebut boleh mereka pakai dan nikmati. Tetapi, sisi yang lain. Masih tentang ajaran adat istiadat mereka. Ketika orang tuanya membutuhkan bantuan cara finansial, mereka bisa mengelak dengan alasan uang tersebut telah di sumpahkan untuk dipersembahkan kepada Allah. Juga, sangat aneh bukan?.
Mereka menggunakan sumpah mereka bukan untuk menghormati Allah. Tetapi, berbagai alasan dibuat agar mereka bisa mengelak dari tanggungjawab, kepada orangtua. Oleh sebab itu, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia dapat memberi banyak contoh lain. Bagaimana adat dan tradisi mengizinkan orang mengelak dari hukum Allah daripada mematuhinya (ayat 13).
Motivasi yang salah berakhir pada sebuah penyesalan
Dalam hal membuat aturan, undang-undang dan adat orang Farisi memang sangat jago. 10 perintah Allah yang diterima Musa di Gunung Sinai. Bisa mereka kembangkan menjadi 613. Tetapi, lebih berorientasi pada adat, dan tradisi. Karena sudah terbiasa, akhirnya dianggap sebagai aturan yang legal. Padahal tidak.
Oleh sebab itu, kita harus begitu hati-hati menggunakan adat, budaya dan tradisi. Terlebih meng-atas nama-kan Tuhan Allah. Supaya adat dan tradisi itu menggantikan kebenaran Firman Allah. Tetapi, jadikanlah Alkitab sebagai otoritas tertinggi, dan terakhir dalam hidup kita. Dengan demikian kita tidak menyesal. Tapi, beroleh harta dalam kerajaan sorgawi.
Sebab, tak satu pun yang dapat menggantikan Firman Tuhan. Ketika, adat dipakai untuk menggantikan perintah Allah, maka yang ada hanyalah peraturan-peraturan manusia saja. Ketika, adat menggantikan Firman Tuhan, berarti adat telah ditempatkan di atas Kristus. Padahal Kristus-lah yang sebenarnya men-transformasi budaya dan tradisi. Supaya lebih baik dan terarah. Berguna dan menjadi berkat.
[Refleksi] Bersaksi melalui adat dan budaya
Kita percaya bahwa segala sesuatu dari Allah, oleh Dia dan kepada Dia. Tuhan memanggil kita semua untuk memuliakan Dia (Roma 11:36). Melalui puji-pujian dan syukur (Mazmur 150). Sekaligus sebagai bagian dari kesaksian kita, terhadap sesama.
Oleh sebab itu, berbahagialah umat Tuhan yang memiliki adat dan budaya. Dimana adat dan budaya tersebut dapat diaplikasikan dalam kegiatan pelayanan gereja. Melalui pakaian adat, tarian, alat musik, seni budaya, seni tarik suara, dan seterusnya. Tentu menghasilkan kemuliaan Allah yang lebih besar.
Tetapi, akan jauh lebih bagus lagi. Jika, filosofi dan pesan dibalik aksesoris adat tersebut ditunjukkan lebih dulu, dan lebih intens dalam hidup berjemaat, dan bermasyarakat.
Penutup/ kesimpulan
Gereja yang hidup adalah gereja yang mau bersaksi. Sebaliknya, gereja yang tidak bersaksi, adalah gereja yang tidak berkembang. Oleh sebab itu, panggilan untuk bersaksi tetap berlaku. Sampai Tuhan Yesus datang kali kedua. Kita semua dipanggil untuk bersaksi kapan saja, dan dimana saja kepada siapa saja.
Bersaksi bisa saja dilakukan dengan berbagai cara. Selain menggunakan sarana adat dan budaya. Juga bila dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. Misalnya melalui Channel Youtube, blog atau website, Whatsapp Grup, dan lain sebagainya. Pun, bisa secara pribadi, keluarga maupun bersama.
Intinya, supaya kemuliaan Tuhan semakin besar di dunia dan di kerajaan sorga. Bukan untuk menentang kehendak Tuhan. Seperti yang dilakukan oleh orang Farisi dan kawan-kawan, dalam Injil Markus 7:1-8.
Posting Komentar untuk "Persekutuan Yang Benar Untuk Memuliakan Bukan Menentang Tuhan [Markus 7:1-8]"